Ramadhan, Cermin Miniatur Negara Islami
Posted by pks ngawen in Artikel
BULAN Ramadhan disebut-sebut sebagai bulan suci. Esensi kesucian bulan Ramadhan, direalisasikan dalam bentuk ketaatan kaum muslimin dalam menjalankan perintah Allah berupa ibadah puasa. Bulan Ramadhan, juga dianggap sebagai bulan yang istimewa, karena di bulan inilah Al-Quran diturunkan, selain itu amalan setiap muslim akan diberi pahala oleh Allah dengan berlipat ganda.
Memang bulan ini membawa perubahan drastis pada sikap-mental umat Islam. Secara massal, ketundukan mereka kepada aturan Allah mengalami peningkatan, yang mana di hari-hari selain Ramadhan sedikit sekali yang serius mengindahkan aturan itu. Terlintas kesan utopis atas ketaatan mereka, karena seolah-olah hanya menyertai ibadah puasa saja. Meskipun demikian, tak bisa dipungkiri bahwa kekhusu’an dan keikhlasan umat Islam dalam menjalankan perintah puasa ini, telah merubah suasana dalam kehidupan masyarakat. Hal ini didasarkan pada pengharapan kaum muslim atas ridha dan perhatian khusus dari Allah kepada orang yang tulus menjalankanya. Atas ibadah puasa Allah meberi pahala tanpa perantaraan orang lain. Perhatian khusus dari Allah atas ibadah puasa ini, seakan menjadi inspirator kaum muslim dalam berpuasa dengan sebaik-baiknya.
Tidak semua muslim mendapat pahala puasa yang sama, karena segala hal yang terkait dengan amalan hamba, selalu bergantung pada niat yang ia ciptakan dalam hatinya. Niat adalah salah satu faktor penentu diterimanya sebuah amal, karena niat merupakan cerminan keimanan seorang hamba dan ketulusan aqidahnya. Setiap muslim yang melaksanakan puasa, hendaklah mampu mengambil hikmahnya, salah satunya yaitu kesalehan sosial yang muncul dari hati yang bersih karena disucikan dengan puasa. Mereka harus merasakan penderitaan yang sama, rasa lapar dan haus yang sama, sehingga rasa tenteram aman damai dan sejahtera lebih bisa dinikmati pada tiap-tiap bulan Ramadhan, karena adanya rasa persaudaraan yang lebih erat dan rasa kebersamaan yang melekat antar sesama muslim.
Ibadah puasa juga menuntut adanya kejujuran pada individu yang melaksanakanya. Karena hal-hal yang membatalkan puasa lebih bersifat perbuatan individu dan sangat kecil kemungkinan orang lain bisa mengetahuinya. Dengan adanya larangan makan, minum, dan bersetubuh (mengumbar hawa nafsu) di siang hari, menjadikan orang yang berpuasa merasa selalu diawasi Allah. Di sinilah orang yang berpuasa dengan sikap suka atau tidak suka harus jujur pada dirinya sendiri karena Allah selalu mengawasinya. Sekalilagi realitas menyuguhkan data empirisnya, yaitu di jaman sekarang ini moralitas bangsa tercoreng oleh ketidak jujuran berbagai pihak dan ketidak beraturan semakin mengikis ketenteraman bangsa dan Negara. Namun sebaliknya, di saat orang-orang jujur pada dirinya sendiri, sebagaimana yang terlaksana di saat mereka menjalani puasa di bulan Ramadhan, keteraturan kehidupan manusia terjaga dan terjamin.
Fenomena perpecahan dan ketidak teraturan bangsa ini, tak jauh dari soal nasi dan kehilangan jati diri. Di dunia modern ini, banyak orang yang hanya ingin mengisi perutnya sendiri, tanpa memperhatikan orang lain yang masih kelaparan. Dampak negatif dari perbuatan sebagian besar orang kaya ini, terlihat pada maraknya penjarahan, perampokan dan tindakan nekat orang-orang yang kelaparan, demi sesuap nasi untuk menyambung hidup.
Sedangkan di bulan puasa, semua muslim merasakan lapar yang sama dan diharamkan mengisi perut walaupun hanya dengan sesuap nasi. Di sinilah seorang muslim ditempa untuk peka pada penderitaan bersama. Hikmah yang besar pada bulan ini, munculnya kesadaran kaum muslimin untuk mewujudkan kesalehan sosial.
Di bulan ramadhan, orang lebih leluasa untuk berbohong, dan berbuat tidak jujur, karena jika ia makan dan berniat untuk membatalkan puasanya di tempat sepi maka orang lain tidak bakal mengetahui. Sedangkan kejujuran adalah sebuah tonggak manusia dalam menghargai jati dirinya sebagai makhluk yang tak berdaya tanpa pertolongan Allah. Di saat orang tidak jujur maka nafsulah yang telah mendominasi perbuatannya itu. Dan di bulan inilah umat Islam mendidik nafsunya untuk mentaati perintah Allah.
Berkaca pada hikmah puasa yang berimplikasi pada tatanan kehidupan rapi, damai dan tenteram selama bulan puasa, maka bulan Ramadhan layaknya sebuah miniatur kehidupan bangsa dengan sistem ajaran Islam. Dengan mengambil pelajaran dan menerapkan hikmah puasa pada kehidupan di luar bulan puasa, maka kaum muslim harus bertindak dengan penuh keikhlasan, kedamaian dan ketaatan pada aturan Allah akan tumbuh sikap saling menjaga serta memenuhi hak dan kewajiban.[edo@webmail.umm.ac.id]
Rohmadi*
*Rohmadi adalah mahasiswa sekaligus ketua Himpunan Mahasiswa Program Pendidikan Ulama Tarjih (PPUT) FAI-Universitas Muhammadiyah Malang.
www.alhikmah.com